Senin, 07 Juli 2014

KORUPSI, Ciri dan Akibat yang Ditimbulkan


Perkembangan tindak pidana korupsi baik dilihat dari sisi kuantitas maupun sisi kualitas dewasa ini dapat dikatakan bahwa korupsi di Indonesia tidak lagi merupakan kejahatan biasa (ordinary crimes), akan tetapi sudah merupakan kejahatan yang sangat luar biasa (extra ordinary crimes).
Secara Internasional, korupsi diakui sebagai masalah yang sangat kompleks, bersifat sistemik, dan meluas. Centre for Crime Prevention (CICP) sebagai salah satu organ PBB secara luas mendefinisikan korupsi sebagai “missus of (public) power for private gain”. Menurut CICP korupsi mempunyai dimensi perbuatan yang luas meliputi tindak pidana suap (bribery), penggelapan (emblezzlement), penipuan (fraud), pemerasan yang berkaitan dengan jabatan (exortion), penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power), pemanfaatan kedudukan seseorang dalam aktivitas bisnis untuk kepentingan perorangan yang bersifat illegal (exploiting a conflict interest, insider trading), nepotisme, komisi illegal yang diterima oleh pejabat publik (illegal commission) dan kontribusi uang secara illegal untuk partai politik. Sebagai masalah dunia, korupsi sudah bersifat  upaya pemberantasan dengan cara-cara yang luar biasa (extra ordinary measure).
Bagi Indonesia, korupsi adalah penyakit kronis hampir tanpa obat, menyelusup di segala segi kehidupan dan tampak sebagai pencitraan budaya buruk bangsa Indonesia. Secara sinis orang bisa menyebut jati diri Indonesia adalah perilaku korupsi. Pencitraan tersebut tidak sepenuhnya salah, sebab dalam realitanya kompleksitas korupsi dirasakan bukan masalah hukum semata, akan tetapi sesungguhnya merupakan pelanggaraan atas hak-hak ekonomi dan sosial masyarakat. Korupsi telah menimbulkan kemiskinan dan kesenjangan sosial yang besar. Masyarakat tidak dapat menikmati pemerataan hasil pembangunan dan tidak menikmati hak yang seharusnya diperoleh. Dan secara keseluruhan, korupsi telah memperlemah ketahanan sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia.
Korupsi di Indonesia yang sudah diyakini meluas dan mendalam (widespread and deep-rooted) akhirnya akan menggerogoti habis dan menghancurkan masyarakatnya sendiri (self destruction). Korupsi sebagai parasit yang mengisap pohon akan menyebabkan pohon itu mati dan di saat pohon itu mati maka para koruptor pun akan ikut mati karena tidak ada lagi yang bisa di hisap.
Pemberantasan korupsi bukanlah sekedar aspirasi masyarakat luas melainkan merupakan kebutuhan mendesak (urgent needs) bangsa Indonesia untuk mencegah dan menghilangkan sedapatnya dari bumi pertiwi ini karena dengan demikian penegakan hukum pemberantasan korupsi diharapkan dapat mengurangi dan seluas-luasnya menghapuskan kejahatan lintas negara (trans national border crime), dan mengingat kompleksitas serta efek negatifnya, maka korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime) memerlukan kemiskinan. Pemberantasan tindak pidana korupsi tersebut tidak lain adalah untuk mewujudkan kesejahteraan dari masyarakat Indonesia yang sudah sangat menderita karena korupsi yang semakin merajarela.
             

A.   PENGERTIAN KORUPSI

Korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Corruption berasal dari kata corrumpere, suatu kata latin yang lebih tua. Dari bahasa latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris yaitu corruption, corrupt; Perancis yaitu corruption; dan Belanda yaitu corruptie, korruptie. Dari bahasa Belanda inilah kata itu turun ke bahasa Indonesia yaitu korupsi (Andi Hamzah, 2005:4).
            Pengertian lain mengenai Korupsi adalah:
1. Korup berarti:
a.   busuk; palsu; suap (Kamus Bahasa Indonesia, 1993)
b.   buruk; rusak; suka menerima uang sogok; menyelewengkan uang/barang milik perusahaan atau negara; menerima uang dengan menggunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi (Kamus Hukum, 2002)
2. Korupsi berarti:
a.   kebejatan; ketidakjujuran; tidak bermoral; penyimpangan dari kesucian (The Lexicon Webster Dictionary, 1978)
b.   penyuapan pemalsuan (Kamus Bahasa Indonesia, 1993)
c.   penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan sebagai tempat seseorang bekerja untuk keuntungan pribadi atau orang lain (Kamus Hukum, 2002)
                                                                                       
Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagai tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, dan atau merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatan- kekuatan formal (misalnya dengan alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri.  Dengan pernyataan lain korupsi adalah adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara, dan teman.
Pengertian korupsi secara yuridis, baik arti maupun jenisnya telah dirumuskan, di dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan undang-undang sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971. Dalam pengertian yuridis, pengertian korupsi tidak hanya terbatas kepada perbuatan yang memenuhi rumusan delik dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negaara, tetapi meliputi juga perbuatan-perbuatan yang memenuhi rumusan delik, yang merugikan masyarakat atau orang perseorangan.
Oleh karena itu, rumusannya dapat dikelompokkan sebagai berikut
1.           Kelompok delik yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara, (sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).
2.           Kelompok delik penyuapan, baik aktif (yang menyuap) maupun pasif (yang disuap) serta gratifikasi. (sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat(1) dan ayat (2), Pasal 6 ayat(1) dan ayat (2), Pasal 11, Pasal 12 huruf a, b, c, dan d, serta Pasal 12B ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Piddana Korupsi).
3.           Kelompok delik penggelapan. (sebagaimana diatur dalam Pasal 8, Pasal 10 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).
1.           Kelompok delik pemerasan dalam jabatan (knevelarij, extortion). (sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf e dan huruf f Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).
2.           Kelompok delik pemalsuan. (sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi).
3.           Kelompok delik yang berkaitan dengan pemborongan, leveransir dan rekanan. (sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 12 huruf g dan huruf i Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi)

B.   CIRI-CIRI KORUPSI

Ciri-ciri korupsi adalah sebagai berikut:
1.  Dilakukan lebih dari satu orang
2.  Merahasiakan motif; ada keuntungan yang ingin diraih
3.  Berhubungan dengan kekuasaan/kewenangan tertentu
4.  Berlindung di balik pembenaran hukum
5.  Melanggar kaidah kejujuran dan norma hukum
6.  Mengkhianati kepercayaan

Kiat memahami korupsi adalah dengan memahami pencurian dan penggelapan. Pencurian (berdasarkan pemahaman pasal 362 KUHP) adalah perbuatan secara melawan hukum mengambil barang sebagian atau seluruhnya milik orang lain dengan maksud memiliki. Barang/hak yang berhasil dimiliki bisa diartikan sebagai keuntungan pelaku.
Penggelapan (berdasarkan pemahaman pasal 372 KUHP) adalah pencurian barang/hak yang dipercayakan atau berada dalam kekuasaan si pelaku. Ada penyalahgunaan kewenangan atau kepercayaan oleh si pelaku.
Korupsi sebenarnya tidak berbeda jauh dengan pencurian dan penggelapan, hanya saja unsur-unsur pembentuknya lebih lengkap.
Jadi korupsi bisa kita pahami juga sebagai penggelapan yang mengakibatkan kerugian negara.

C.   PENYEBAB KORUPSI

   Berikut adalah faktor-faktor penyebab korupsi:
1.      Penegakan hukum tidak konsisten: penegakan hukum hanya sebagai  make-up politik, sifatnya sementara, selalu berubah setiap berganti pemerintahan.
2.      Penyalahgunaan kekuasaan/wewenang, takut dianggap bodoh kalau tidak menggunakan kesempatan.
3.      Langkanya lingkungan yang antikorup: sistem dan pedoman antikorupsi hanya dilakukan sebatas formalitas.
4.      Rendahnya pendapatan penyelenggara negara. Pendapatan yang diperoleh harus mampu memenuhi kebutuhan penyelenggara negara, mampu mendorong penyelenggara negara untuk berprestasi dan memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
5.      Kemiskinan, keserakahan: masyarakat kurang mampu melakukan korupsi karena kesulitan ekonomi. Sedangkan mereka yang berkecukupan melakukan korupsi karena serakah, tidak pernah puas dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan.
6.      Budaya memberi upeti, imbalan jasa, dan hadiah.
7.      Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi: saat tertangkap bisa menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan atau setidaknya diringankan hukumannya.
8.      Budaya permisif/serba membolehkan; tidak mau tahu: menganggap biasa bila ada korupsi, karena sering terjadi. Tidak peduli orang lain, asal kepentingannya sendiri terlindungi.
9.      Gagalnya pendidikan agama dan etika.

D.   AKIBAT DARI KORUPSI

Nye menyatakan bahwa akibat-akibat korupsi adalah :
a.       Pemborosan sumber-sumber, modal yang lari, gangguan terhadap penanaman modal, terbuangnya keahlian, bantuan yang lenyap.
b.      ketidakstabilan, revolusi sosial, pengambilan alih kekuasaan oleh militer,menimbulkan ketimpangan sosial budaya.
c.       pengurangan kemampuan aparatur pemerintah, pengurangan kapasitas administrasi, hilangnya kewibawaan administrasi.

Selanjutnya Mc Mullan (1961) menyatakan bahwa akibat korupsi adalah ketidak efisienan, ketidakadilan, rakyat tidak mempercayai pemerintah,
memboroskan sumber-sumber negara, tidak mendorong perusahaan untuk berusaha terutama perusahaan asing, ketidakstabilan politik, pembatasan dalam kebijaksanaan pemerintah dan tidak represif.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan akibat
korupsi diatas adalah sebagai berikut :
  1. Tata ekonomi seperti larinya modal keluar negeri, gangguan terhadapperusahaan, gangguan penanaman modal.
  2. Tata sosial budaya seperti revolusi sosial, ketimpangan sosial.
  3. Tata politik seperti pengambil alihan kekuasaan, hilangnya bantuan luar negeri, hilangnya kewibawaan pemerintah, ketidakstabilan politik.
  4. Tata administrasi seperti tidak efisien, kurangnya kemampuan administrasi, hilangnya keahlian, hilangnya sumber-sumber negara, keterbatasan kebijaksanaan pemerintah, pengambilan tindakan-tindakan represif.
Secara umum akibat korupsi adalah merugikan negara dan merusak sendisendi kebersamaan serta memperlambat tercapainya tujuan nasional seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.


Rabu, 02 Juli 2014

Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Miliar Rupiah), 2004-2013


Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) 10 tahun terakhir (2004-2013) secara umum mengalami peningkatan. Tahun 2004 PDB Indonesia berada pada angka 2295826.2 (dalam milliar rupiah) dan terjadi peningkatan 395,67% menjadi 9083972.2 (dalam miliar rupiah) di tahun 2013.
Sektor Industri Pengolahan baik industri migas maupun non migas masih menjadi unggulan dalam perolehan PDB negara kita. Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan serta Sektor Perdagangan, Hotel & Restoran menjadi sektor lain yang diunggulkan. Sedangkan sektor Listrik, Gas & Air Bersih merupakan penyumbang terkecil bahkan cenderung menurun disetiap tahunnya. 
Secara Komposisi selama 10 Tahun terakhir (2004-2013), Sektor Industri Pengolahan menyumbang 26% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Indonesia memang terkenal dengan sumber daya mineral yang sangat melimpah. Tidak mengherankan memang jika sektor tersebut menjadi andalan. Namun jika dilihat lebih dari tahun ke tahun, sektor ini secara persentasi PDB malah mengalami penurunan. Tahun 2014 Sektor Industri Pengolahan menyumbang 28,07% dan di setiap tahun cenderung mengalami penurunan menjadi 23,70% di tahun 2013 atau berkurang 4,37%. Sektor yang mengalami kenaikan secara siknifikan adalah sektor Konstruksi yang mengalami kenaikan sebesar 3,40% dari tahun 2004 yang hanya 6,59% menjadi 9,99%.
SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN
1.      Industri Pengolahan
Sektor ini dibagi menjadi 2 sektor yaitu Industri Migas dan Industri Bukan Migas. Pengilangan minyak bumi dan Gas alam cair (LNG) menjadi bagian dari Industri Migas. Sedangkan industri bukan migas meliputi Industri makanan sampai dengan industri pengolahan lainnya. Sektor Pengolahan masih menjadi unggulan dengan 23% dari total PDB pada tahun 2013. Secara penerimaan memang mengalami kenaikan namun jika dari prosentasi terhadap PDB sektor ini mengalami penurunan.  Industri Bukan migas mengalami kenaikan yang sangat signifikan di tahun 2004 yang hanya menyumbang 550079.2 tahun 2013 meningkat tajam menjadi 1885799.3. Sedangkan Industri migas malah kurang bergairah. Ini menjadi PR bangsa Indonesia, dengan sumber daya Mineral yang melimpah seharusnya potensi penerimaan dari sektor industri migas yang ditingkatkan. 


2.      Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan
Sebagai Negara agraris dan kepulauan serta didukung lahan hutan yang luas memang seharusnya Negara Indonesia mampu memanfaatkan hasil dari sektor ini. 14,46% pendapatan PDB 10 tahun terakhir disambangkan oleh sektor ini.
Dari grafik diatas terlihat bahwa sektor Tanaman Bahan Makanan menangalami peningkatan yang cukup tinggi sedangkan hasil hutan sedikit kurang mendapat perhatian sehingga pertumbuhannya cenderung lambat.

3.      Perdagangan, Hotel & Restauran

  
Dari data diatas, Perdagangan Besar dan Eceran menjadi unggulan di sektor ini. Peningkatan yang tinggi menunjukkan bahwa atmosfer perdagangan kita sangat baik. Keadaan negara yang aman menjadi salah satu faktor penunjang perdagangan ini meningkat. Diharapkan bangsa Indonesia mampu bertahan dari gempuran perdagangan dari luar negri yang sangat tinggi. Industri perhotelan di negara kita kurang berkembang. Pertumbuhan yang lamban menunjukkan bahwa sektor pariwisata kita masih kurang dibanding negara-negara tetangga.